Setiap orang pasti merasa bangga jika disain pakaian yang dikenakannya cuma satu-satunya di dunia. Apalagi kalau pakaian tersebut merupakan perpaduan antara bahan tekstil berkualitas baik dengan seni lukis bernilai tinggi. Wajar saja kalau harga yang harus dibayarkan untuk memiliki pakaian tersebut sangat mahal.
Peluang itulah yang dimanfaatkan pasangan suami istri Yudi Yudiantara dan Gilang Kancana, pemilik galeri E'Mouw Painted Textiles di Kota Bandung. Yudi bertutur, dari awal, ia dan istrinya memang sengaja menjalani bisnis tersebut. Sejak menikah di awal tahun 2000, dua sejoli ini memang berniat berwiraswasta. "Tapi, kami ingin membuat kerajinan yang beda. Suatu kerajinan yang secara desain dan prosesnya tidak gampang ditiru orang," kenang Yudi.
Akhirnya pilihannya jatuh pada meneruskan usaha keluarga Yudi, yaitu membuat pakaian yang dibubuhi karya seni lukis. Pemain di bidang usaha ini memang jarang. Sang istri lantas membuat beragam sketsa lukisan berikut model pakaian yang elegan dan mengikuti tren fashion saat itu. Setidaknya, dibutuhkan waktu selama satu tahun untuk membuat disain-disain baru guna menggusur desain warisan keluarga yang memang sudah ketinggalan zaman.
Pameran pertama yang diikuti Yudi digelar bulan Juli 2001 di Bandung. Awalnya, untuk memperkenalkan pakaian kreasi baru itu memang terasa berat. Terutama karena harganya yang lumayan mahal. Usai pameran itu, Yudi dan Gilang hanya mendapat pesanan 15 potong pakaian. Tapi bukannya lantas menyerah kalah. Keduanya justru semakin sering mengikuti pameran di beberapa kota di Indonesia. Akhirnya, semakin banyak penggemar pakaian lukis datang sendiri ke galeri mereka di Bandung
Rajin ikut pameran
Dengan dibantu lima orang karyawan, saat ini produksi pakaian lukis merek E'MouW bisa mencapai angka 100 potong setiap bulan. "Ada atau tidak ada pesanan, kita tetap memproduksi sebanyak itu, baik berbahan sutera atau polyester," kata Yudi.
Tahun lalu, ia mengaku mendapat pesanan 480 blouse dari sebuah perusahaan swasta untuk seragam karyawatinya. Pesanan itu ia mampu diselesaikannya dalam 2,5 bulan. Di luar itu, Yudi juga pernah mengikuti pameran sampai luar negeri, diantaranya Kuala Lumpur, New Delhi, serta Berlin, Jerman.
Harga satu potong pakaian lukis bervariasi. Mulai dari Rp 75.000 sampai Rp 5 juta. Harga yang paling murah untuk kaos berbahan polyester yang dilukis dengan cat tekstil pigmen, sementara yang paling mahal berupa gaun malam berbahan sutera yang dilukis menggunakan cat tekstil reaktif.
Selain karena faktor bahan baku, perbedaan harga itu, menurut Sarjana Teknik Mesin Institut Sains dan Teknologi Nasional Jakarta ini, juga dihitung dari tingkat kerumitan dan lamanya proses pengerjaan. "Ada kaos yang harganya sampai Rp 250.000 menggunakan cat tekstil reaktif. Itu pengerjaannya bisa tiga hari sampai seminggu. Sementara, kalau yang menggunakan cat tekstil pigmen bisa murah karena satu hari sudah bisa selesai," terangnya.
Untung, Yudi bukanlah seseorang yang pelit ilmu. Menurutnya, ada beberapa tahap yang harus dilakukan untuk membuat pakaian lukis. Pertama, kain sutera, katun, atau polyester berwarna putih diberi pola dasar terlebih dulu.
Setelah itu, kain tersebut direndam dan diberi warna dasar sesuai yang diinginkan. Baru setelah itu dilukis sesuai pola. Setelah itu, kain berpola itu dipanaskan. Untuk bahan sutera, pemanasan menggunakan steam. Sementara, yang berbahan polyester cukup pakai setrika. Tujuannya, supaya warna tidak berubah dan menempel di bahan. Setelah itu, baru tahap finishing.
"Kalau ada warna yang kurang, kami tambahin. Kelihatannya sederhana. Tetapi, begitu praktek tetap saja rumit. Soalnya, sering timbul warna yang enggak sesuai," jelas Yudi.
Dengan harga jual segitu, wajar kalau Yudi dan Gilang bisa mengantongi omzet rata-rata Rp 30 juta setiap bulan. Selain itu, dari harga jual di atas, paling tidak mereka mengutip keuntungan sebesar 50 persen. Maklum, produk pakaian lukis ini sangat erat hubungannya dengan karya seni yang perlu dihargai tinggi.
Ke depan, Yudi dan Gilang berencana mengembangkan bidang usahanya. Tidak hanya membuat pakaian lukis, tetap juga akan dimanfaatkan untuk menjamah usaha disain interior. "Harganya bisa sampai Rp 10 juta untuk jasa disain interior. Bentuknya bisa lukisan buat hiasan dinding atau pemisah ruangan," tambahnya.
Oleh : Gentur Putro Jati [Kompas.com]
Peluang itulah yang dimanfaatkan pasangan suami istri Yudi Yudiantara dan Gilang Kancana, pemilik galeri E'Mouw Painted Textiles di Kota Bandung. Yudi bertutur, dari awal, ia dan istrinya memang sengaja menjalani bisnis tersebut. Sejak menikah di awal tahun 2000, dua sejoli ini memang berniat berwiraswasta. "Tapi, kami ingin membuat kerajinan yang beda. Suatu kerajinan yang secara desain dan prosesnya tidak gampang ditiru orang," kenang Yudi.
Akhirnya pilihannya jatuh pada meneruskan usaha keluarga Yudi, yaitu membuat pakaian yang dibubuhi karya seni lukis. Pemain di bidang usaha ini memang jarang. Sang istri lantas membuat beragam sketsa lukisan berikut model pakaian yang elegan dan mengikuti tren fashion saat itu. Setidaknya, dibutuhkan waktu selama satu tahun untuk membuat disain-disain baru guna menggusur desain warisan keluarga yang memang sudah ketinggalan zaman.
Pameran pertama yang diikuti Yudi digelar bulan Juli 2001 di Bandung. Awalnya, untuk memperkenalkan pakaian kreasi baru itu memang terasa berat. Terutama karena harganya yang lumayan mahal. Usai pameran itu, Yudi dan Gilang hanya mendapat pesanan 15 potong pakaian. Tapi bukannya lantas menyerah kalah. Keduanya justru semakin sering mengikuti pameran di beberapa kota di Indonesia. Akhirnya, semakin banyak penggemar pakaian lukis datang sendiri ke galeri mereka di Bandung
Rajin ikut pameran
Dengan dibantu lima orang karyawan, saat ini produksi pakaian lukis merek E'MouW bisa mencapai angka 100 potong setiap bulan. "Ada atau tidak ada pesanan, kita tetap memproduksi sebanyak itu, baik berbahan sutera atau polyester," kata Yudi.
Tahun lalu, ia mengaku mendapat pesanan 480 blouse dari sebuah perusahaan swasta untuk seragam karyawatinya. Pesanan itu ia mampu diselesaikannya dalam 2,5 bulan. Di luar itu, Yudi juga pernah mengikuti pameran sampai luar negeri, diantaranya Kuala Lumpur, New Delhi, serta Berlin, Jerman.
Harga satu potong pakaian lukis bervariasi. Mulai dari Rp 75.000 sampai Rp 5 juta. Harga yang paling murah untuk kaos berbahan polyester yang dilukis dengan cat tekstil pigmen, sementara yang paling mahal berupa gaun malam berbahan sutera yang dilukis menggunakan cat tekstil reaktif.
Selain karena faktor bahan baku, perbedaan harga itu, menurut Sarjana Teknik Mesin Institut Sains dan Teknologi Nasional Jakarta ini, juga dihitung dari tingkat kerumitan dan lamanya proses pengerjaan. "Ada kaos yang harganya sampai Rp 250.000 menggunakan cat tekstil reaktif. Itu pengerjaannya bisa tiga hari sampai seminggu. Sementara, kalau yang menggunakan cat tekstil pigmen bisa murah karena satu hari sudah bisa selesai," terangnya.
Untung, Yudi bukanlah seseorang yang pelit ilmu. Menurutnya, ada beberapa tahap yang harus dilakukan untuk membuat pakaian lukis. Pertama, kain sutera, katun, atau polyester berwarna putih diberi pola dasar terlebih dulu.
Setelah itu, kain tersebut direndam dan diberi warna dasar sesuai yang diinginkan. Baru setelah itu dilukis sesuai pola. Setelah itu, kain berpola itu dipanaskan. Untuk bahan sutera, pemanasan menggunakan steam. Sementara, yang berbahan polyester cukup pakai setrika. Tujuannya, supaya warna tidak berubah dan menempel di bahan. Setelah itu, baru tahap finishing.
"Kalau ada warna yang kurang, kami tambahin. Kelihatannya sederhana. Tetapi, begitu praktek tetap saja rumit. Soalnya, sering timbul warna yang enggak sesuai," jelas Yudi.
Dengan harga jual segitu, wajar kalau Yudi dan Gilang bisa mengantongi omzet rata-rata Rp 30 juta setiap bulan. Selain itu, dari harga jual di atas, paling tidak mereka mengutip keuntungan sebesar 50 persen. Maklum, produk pakaian lukis ini sangat erat hubungannya dengan karya seni yang perlu dihargai tinggi.
Ke depan, Yudi dan Gilang berencana mengembangkan bidang usahanya. Tidak hanya membuat pakaian lukis, tetap juga akan dimanfaatkan untuk menjamah usaha disain interior. "Harganya bisa sampai Rp 10 juta untuk jasa disain interior. Bentuknya bisa lukisan buat hiasan dinding atau pemisah ruangan," tambahnya.
Oleh : Gentur Putro Jati [Kompas.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar